compas.co.id – Peluang E-commerce di Tengah Pergeseran Pasar 2025 menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama dengan data terbaru yang menunjukkan pertumbuhan signifikan di sektor ini. Nyatanya, nilai penjualan di e-commerce terus menunjukkan peningkatan secara konsisten setiap kuartalnya dalam satu tahun terakhir. Meskipun daya beli masyarakat dinilai melambat dan banyak toko ritel besar mengalami penutupan, nilai penjualan Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) pada kuartal I 2025 justru melonjak sebesar 7,3%. Informasi ini didukung oleh data dari Compas Market Insight Dashboard, Shopee, dan TikTok Shop yang mencakup periode Januari 2024 hingga Maret 2025, menunjukkan bahwa e-commerce tetap menjadi saluran yang tangguh di tengah tantangan ekonomi.
Pertumbuhan nilai penjualan FMCG ini tidak lepas dari kinerja positif yang ditunjukkan oleh empat kategori utama. Salah satu yang menonjol adalah kategori perawatan dan kecantikan yang menjadi primadona dengan nilai penjualan mencapai Rp16,2 triliun pada kuartal I 2025. Selain itu, kategori makanan dan minuman juga mencatat pertumbuhan paling tinggi selama periode ini, menandakan pergeseran preferensi konsumen yang semakin mengandalkan platform digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Data ini diperoleh dari Compas Market Insight Dashboard, Shopee, dan TikTok Shop untuk rentang waktu Oktober 2024 hingga Maret 2025, memberikan gambaran jelas tentang dinamika pasar yang sedang berubah.
Di sisi lain, penutupan sejumlah ritel besar menjadi sinyal kuat adanya pergeseran pasar. Menariknya, di tengah situasi tersebut, jumlah produk terjual di e-commerce justru meningkat drastis sebanyak 62 juta pada kuartal I 2025. Fenomena ini menyoroti adanya lima brand FMCG teratas yang mendominasi platform Shopee dan TikTok Shop, dengan pertumbuhan sebesar 7,3% dibandingkan periode sebelumnya. Data dari Compas Market Insight menegaskan bahwa e-commerce tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat, menawarkan peluang baru bagi pelaku usaha.
Pelemahan daya beli masyarakat menjadi faktor utama di balik bergugurannya gerai ritel besar. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah kondisi ini juga berdampak pada e-commerce. Berdasarkan riset Compas untuk periode Januari 2024 hingga Maret 2025, e-commerce justru menunjukkan tren positif yang konsisten. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran besar-besaran dari belanja tradisional ke belanja online, sebuah adaptasi yang tampaknya berhasil dilakukan oleh konsumen modern.
Dengan peluang yang semakin terbuka lebar, saat ini menjadi waktu yang tepat untuk fokus mengembangkan jualan di e-commerce. Data penjualan menunjukkan bahwa platform ini tetap diperhitungkan, terutama dengan tren positif yang terlihat pada kuartal I 2025. Selain itu, meningkatnya partisipasi dalam Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) dari sektor FMCG menunjukkan potensi pasar yang kembali menggeliat dan berpotensi terus tumbuh hingga akhir tahun 2025. Ini adalah momen emas bagi pelaku usaha untuk memanfaatkan gelombang digital ini.
Pertumbuhan pengguna internet menjadi salah satu pendorong utama peralihan pasar ke arah digital. Menurut pernyataan Andry Satrio Nugroho, pelemahan daya beli memang terasa sejak tahun lalu, namun upaya pemerintah dalam meningkatkan akses internet hingga ke pelosok desa telah membuka peluang besar. Peningkatan ini tidak hanya memperluas jaringan internet, tetapi juga mendukung pertumbuhan pasar digital, termasuk e-commerce di Indonesia, yang kini menjadi tulang punggung ekonomi digital.
Secara eksklusif, lima brand FMCG teratas berhasil memaksimalkan peluang e-commerce meskipun menghadapi tekanan ekonomi. SKINTIFIC memimpin dengan pangsa pasar sebesar 4,10%, diikuti oleh Wardah dengan 2,97%, Glod2Glow dengan 2,51%, MamyPoko dengan 0,22%, dan Hanasui dengan 1,52%. Data ini dihimpun dari Compas Market Insight untuk periode Januari hingga Maret 2025, menunjukkan bahwa strategi digital yang tepat dapat menjadi kunci sukses di tengah kondisi pasar yang menantang.
Lalu, mengapa keadaan antara ritel tradisional dan e-commerce begitu berbeda? Menurut Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan & Investasi Indef, perbedaan ini dipengaruhi oleh pelemahan daya beli yang signifikan. Namun, ritel tradisional tampaknya telah menyesuaikan diri dengan pergeseran ini dan mulai beralih ke penjualan online, sebagaimana dilaporkan dalam artikel Bisnis Indonesia. Adaptasi ini menjadi bukti bahwa fleksibilitas adalah kunci bertahan di era digital.
Bagi brand yang khawatir dengan keterbatasan ekspartis dan sumber daya manusia (SDM), kolaborasi dengan partner e-commerce enabler menjadi solusi efektif. Layanan ini memungkinkan brand mengelola operasional mereka dengan lebih efisien, didukung oleh sistem otomasi yang mempermudah pengantaran produk hanya dalam satu klik. Menurut tim Compas, pendekatan ini sangat membantu brand dengan tim minimalis untuk tetap kompetitif di pasar.
Terakhir, bagi Anda yang membutuhkan paduan data e-commerce dan layanan e-commerce enabler berbasis sistem otomasi, solusi ada di genggaman. Cukup scan barcode yang tersedia untuk mendapatkan data e-commerce serta layanan konsultasi gratis bersama tim Expert Compas.co.id. Manfaatkan wawasan mendalam ini untuk meningkatkan strategi jualan Anda dan tetap unggul di tengah persaingan pasar yang semakin ketat pada tahun 2025.